LANTAS
APA BEDANYA KERBAU DENGAN MAHASISWA?
Mahasiswa yang mengatas namakan
dirinya sebagai generasi penerus bangsa, nama ini memang cukup ideal untuk
suatu kalangan yang menghabiskan masa mudanyan di dunia akademis, agar
mendapatkan ilmu sebagai bekal untuk meneruskan masa depan bangsa ini. Idealnya
seperti itu, namun bagi saya mengatasnamakan generasi penerus bangsa tidak semudah
menyebutkanya, dan dalam raalitanya pendidikan dikampus tidak lepas dari
anomali pendidikan, terutama dalam pembangunan karakter, sehingga menyebabkan mahasiswa
kehilangan roh emansipatoris sebagai
generasi penerus bangsa.
Mungkin kalau kita resapi bersama apa
yang dicita-citakan Tanmalaka dalam pendidikan sudah jauh dari kata
ketercapaian, sebagi mana ia tuliskan “tujuan
pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan”. Mari
kita renungkan bersama sudahkah kita merasakan ketercapaian dari tujuan
pendidikan di kampus ini? Saya tidak akan memberikan jawaban silahkan
teman-teman rasakan sendiri.
Pihak pemerintah tidak hanya berdiam diri
dari semua kekisruhan ini, langkah demi langkah perbaikan terus dilakuak oleh
pemerintah dari perombakan kurikulum sampai menyekolahkan lagi para edukator guna mencapai pendidkan yang
ideal bagi bangsa ini. Merupakan salah
satu upaya dari pemeritah guna memperbaiki kualitas pendidikan.
Berbicara tentang anomali pendidikan
memang cukup luas, maka dengan itu penulis akan batasi pada ranah kampus gua sajah. Sebagai mahasiswa yang seharusnya mempuyai daya kritis yang
cukup tajam, penulis cukup prihatin dengan apa yang di alami oleh kawan-kawan
semuan, kita hanya terkukung dalam telunjuk dosen, bahkan memandang dosen
sebagai dewa yang selalu benar, mereka juga sama sebagai manusia yang tak lepas
dari kodranya sebagai manusia, sebagai mana Rosululoh bersabda “alinsanu mahalul khoto wanisyan” yang
artinya manusia itu tempatnya salah dan lupa.
Maka tidak ada alasan bahwa dosen kebal dari kritik, lantas sekarang
beranikah kita melawan ketakutan kita sendiri untuk melakukan kritik ketika
dosen melakukan kesalahan dan mengingatkan dia ketika lupa?
Namun keberanian diri dari mahasiswa
sendiripun sudah mulai pudar, mahasiwa di kampus ini hanya berdian diri. Dan cukup dengan
mengatakan “cukup tahu sajah gua mah” kata-kata itu yang mungkin tidak asing
kita dengar dalam obrolan-obrolan kecil membahas ketidak “dewasaan” edukotor,
seharusnya kita tidak bersikap demikian, kita harus berani mengatakan benar
ketika benar dan kita harus berani mengatakan salah ketika salah walaupun itu
kepada dosen. Disadari atau tidak sipat tidak berani jujur pada diri sendiri
adalah sipat munapik. Dan ingatlah kawan harga perjuangan memang pedih.
Ingin rasanya kita memperbaiki
anomali pendidikan yang semakin kisruh ini, namun apa daya kita sudah tidak
dapat berupaya karena kita haya di pandang sebagai objek dari pada kegiatan pendidikan,
pada hakekatnya sisitem pendidikan sekarang menggunakan metode panismen, hukuman hanya akan memberikan
epek jera kepada para pelaku yang
melanggar “pelaturan” sehingga para warga akan taat pada peraturan karena
takut, namun dalam dunia pendidikan, semua ini menjadi bumerang pada diri
sendiri. Yang seharusnya Menjadikan mahasiswa sebagai individu yang inopatip
dan kreatip serta berkarakter dan mempuyai daya kritis yang tinggi, akan tetapi
semua ini benar-benar menjadi bumerang bagi dunia pendidikan sendiri mahasiswa
menjadi individu yang penurut kepada pembuat peraturan (dosenya), lantas apa
bedanya dengan kerbau yang mau membajak sawah karena takut di pecuti, sama-sama
penurut bukan? Apakah ini yang di inginkan oleh kampus ini membangun insan yang
penurut? Silahkan pikirkan sajah sendiri.?
0 komentar:
Post a Comment