Monday, May 27, 2013

LANTAS APA BEDANYA KERBAU DENGAN MAHASISWA?



LANTAS APA BEDANYA KERBAU DENGAN MAHASISWA?
Mahasiswa yang mengatas namakan dirinya sebagai generasi penerus bangsa, nama ini memang cukup ideal untuk suatu kalangan yang menghabiskan masa mudanyan di dunia akademis, agar mendapatkan ilmu sebagai bekal untuk meneruskan masa depan bangsa ini. Idealnya seperti itu, namun bagi saya mengatasnamakan generasi penerus bangsa tidak semudah menyebutkanya, dan dalam raalitanya pendidikan dikampus tidak lepas dari anomali pendidikan, terutama dalam pembangunan karakter, sehingga menyebabkan mahasiswa kehilangan roh emansipatoris sebagai generasi penerus bangsa.
Mungkin kalau kita resapi bersama apa yang dicita-citakan Tanmalaka dalam pendidikan sudah jauh dari kata ketercapaian, sebagi mana ia tuliskan “tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan”. Mari kita renungkan bersama sudahkah kita merasakan ketercapaian dari tujuan pendidikan di kampus ini? Saya tidak akan memberikan jawaban silahkan teman-teman rasakan sendiri.

Pihak pemerintah tidak hanya berdiam diri dari semua kekisruhan ini, langkah demi langkah perbaikan terus dilakuak oleh pemerintah dari perombakan kurikulum sampai menyekolahkan lagi para edukator guna mencapai pendidkan yang ideal bagi bangsa ini. Merupakan  salah satu upaya dari pemeritah guna memperbaiki kualitas pendidikan.
Berbicara tentang anomali pendidikan memang cukup luas, maka dengan itu penulis akan batasi pada ranah kampus gua sajah. Sebagai mahasiswa yang seharusnya mempuyai daya kritis yang cukup tajam, penulis cukup prihatin dengan apa yang di alami oleh kawan-kawan semuan, kita hanya terkukung dalam telunjuk dosen, bahkan memandang dosen sebagai dewa yang selalu benar, mereka juga sama sebagai manusia yang tak lepas dari kodranya sebagai manusia, sebagai mana Rosululoh bersabda “alinsanu mahalul khoto wanisyan” yang artinya manusia itu tempatnya salah dan lupa.  Maka tidak ada alasan bahwa dosen kebal dari kritik, lantas sekarang beranikah kita melawan ketakutan kita sendiri untuk melakukan kritik ketika dosen melakukan kesalahan dan mengingatkan dia ketika lupa?
Namun keberanian diri dari mahasiswa sendiripun sudah mulai pudar, mahasiwa di kampus ini hanya berdian diri. Dan cukup dengan mengatakan “cukup tahu sajah gua mah” kata-kata itu yang mungkin tidak asing kita dengar dalam obrolan-obrolan kecil membahas ketidak “dewasaan” edukotor, seharusnya kita tidak bersikap demikian, kita harus berani mengatakan benar ketika benar dan kita harus berani mengatakan salah ketika salah walaupun itu kepada dosen. Disadari atau tidak sipat tidak berani jujur pada diri sendiri adalah sipat munapik. Dan ingatlah kawan harga perjuangan memang pedih.
Ingin rasanya kita memperbaiki anomali pendidikan yang semakin kisruh ini, namun apa daya kita sudah tidak dapat berupaya karena kita haya di pandang sebagai objek dari pada kegiatan pendidikan, pada hakekatnya sisitem pendidikan sekarang menggunakan metode panismen, hukuman hanya akan memberikan epek jera kepada para pelaku  yang melanggar “pelaturan” sehingga para warga akan taat pada peraturan karena takut, namun dalam dunia pendidikan, semua ini menjadi bumerang pada diri sendiri. Yang seharusnya Menjadikan mahasiswa sebagai individu yang inopatip dan kreatip serta berkarakter dan mempuyai daya kritis yang tinggi, akan tetapi semua ini benar-benar menjadi bumerang bagi dunia pendidikan sendiri mahasiswa menjadi individu yang penurut kepada pembuat peraturan (dosenya), lantas apa bedanya dengan kerbau yang mau membajak sawah karena takut di pecuti, sama-sama penurut bukan? Apakah ini yang di inginkan oleh kampus ini membangun insan yang penurut? Silahkan pikirkan sajah sendiri.?

0 komentar:

Post a Comment