Wednesday, March 5, 2014

Punahkah Ruang Diskusi di Kampusku?

(Oleh: Rizky Isa lesmana)
Kampus yang merupakan tempat berkumpulnya para pencari ilmu, sekaligus kawah candra dimuka sebagai arena untuk mendewasakan diri, memaksimalkan potensi diri dengan ilmu pengetahuan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Dengan kegandrungan kajian keilmuan yang lebih mendalam, atau mendiskusikan phenomena-phenomena sosial politik maupun kejadian alam,
Sejarah telah mencatat, kampus bukan sekedar merupakan arena untuk belajar dan mencari keahlian, namun sebagai tempat perjuangan yang telah menghantarkan Indonesia pada kemerdekaan, dimulai dari tahun 1908 kebangkitan nasional yang dipelopori oleh mahasiswa Kedokteran Stovia dengan sumpah pemudanya. Angkatan 45 di bawah intervensi jepang yang pada saat itu melarang keras terhadap semua bentuk aktivitas pemuda yang bercirikan politik, Praktris semua kegiatan mahasiswa dalam arena politik tidak begitu terlihat. Keadaan ini tidak membuat budaya diskusi mati, asrama-asrama mahasiswa menjadi tempat untuk melakukan diskusi, yang berujung pada peristiwa Rengasdenglok.

Pasca Indonesia merdeka, Indonesia tidak langsung begitu saja menjadi negara makmur. Pergulatan Idiologi Indonesia serta agresi militer dari para Penjajah yang ingin menjajah kembali Indonesia. mahasiswa angkatan 66 terlahir dalam keadaan pergulatan masa transisi ideology negara antara barat dan timur, serta kondisi ekonomi yang ceos, kondisi inilah yang mengahasilkan semangat emansipatoris yang dituangkan dalam TRITULA ( Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi 1.bubarkan PKI beserta antek-anteknya 2. Perombakan kabinet Dwi Kora. Dan 3. Turunkan harga. Tidak sampai disitu saja, pada tahun 1998, mahasiswa menduduki gedung senayan untuk mendesak MPR dalam usaha penggulingkan pemerintahan Soeharto. Lengsernya persiden Soeharto harus dibayar mahal dengan banyaknya korban baik korban dari kalangan mahasiswa maupun warga sipil.
Data-data sejarah telah menggambarkan betapa besarnya kekuatan mahasiswa dalam pengaruh prespektif perubahan politik nasional. Daya analistis yang tajam serta daya kritis yang kuat dibarengi dengan semangat pergerakan, menjadikan mahasiswa sebagai basic kekuatan politik yang besar.
Hal tersebut dapat terasah dalam forum-forum diskusi. Di sadari atau tidak diskusi pun akan dapat melenturkan diri dalam menyikapi perbedaan tanpa kekerasan, demi menghasilkan mufakat. Berbicara diskusi di dunia kampus khususnya di Poltekes Kemenkes Jakarta III sudah langka di temukan bahkan mungkin tidak ada, padatnya jam kuliah dan perubahan sifat mahasiswa yang lebih hedonis serta pergeseran strategi organisasi kemahasiswa, yang bersifat pragmatis dengan hanya mengadakan acara-acara dan mengesampingkan ruang-ruang diskusi. Tindakan demikian sangatlah disayangkan mengingat begitu pentingnya dan bergunanya budaya diskusi dalam pembentukan jatidiri mahasiswa dan sebagai landasan awal kampus sebagai marwah pergerakan. Maka dengan itu mari kita budanyakan lagi budaya diskusi jika tidak mau di anggap punah.

0 komentar:

Post a Comment