(Oleh: Rizky Isa lesmana)
Kampus yang merupakan tempat berkumpulnya para pencari ilmu,
sekaligus kawah candra dimuka sebagai arena untuk mendewasakan diri, memaksimalkan
potensi diri dengan ilmu pengetahuan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dengan kegandrungan kajian keilmuan yang lebih mendalam, atau mendiskusikan
phenomena-phenomena sosial politik maupun kejadian alam,
Sejarah telah mencatat, kampus bukan sekedar merupakan arena untuk
belajar dan mencari keahlian, namun sebagai tempat perjuangan yang telah
menghantarkan Indonesia pada kemerdekaan, dimulai dari tahun 1908 kebangkitan
nasional yang dipelopori oleh mahasiswa Kedokteran Stovia dengan sumpah pemudanya.
Angkatan 45 di bawah intervensi jepang yang pada saat itu melarang keras
terhadap semua bentuk aktivitas pemuda yang bercirikan politik, Praktris semua
kegiatan mahasiswa dalam arena politik tidak begitu terlihat. Keadaan ini tidak
membuat budaya diskusi mati, asrama-asrama mahasiswa menjadi tempat untuk
melakukan diskusi, yang berujung pada peristiwa Rengasdenglok.
Pasca Indonesia merdeka, Indonesia tidak langsung begitu saja
menjadi negara makmur. Pergulatan Idiologi Indonesia serta agresi militer dari
para Penjajah yang ingin menjajah kembali Indonesia. mahasiswa angkatan 66
terlahir dalam keadaan pergulatan masa transisi ideology negara antara barat
dan timur, serta kondisi ekonomi yang ceos, kondisi inilah yang
mengahasilkan semangat emansipatoris yang dituangkan dalam TRITULA ( Tri
Tuntutan Rakyat) yang berisi 1.bubarkan PKI beserta antek-anteknya 2. Perombakan
kabinet Dwi Kora. Dan 3. Turunkan harga. Tidak sampai disitu saja, pada tahun
1998, mahasiswa menduduki gedung senayan untuk mendesak MPR dalam usaha penggulingkan
pemerintahan Soeharto. Lengsernya persiden Soeharto harus dibayar mahal dengan
banyaknya korban baik korban dari kalangan mahasiswa maupun warga sipil.
Data-data sejarah telah menggambarkan betapa besarnya kekuatan
mahasiswa dalam pengaruh prespektif perubahan politik nasional. Daya analistis
yang tajam serta daya kritis yang kuat dibarengi dengan semangat pergerakan,
menjadikan mahasiswa sebagai basic kekuatan politik yang besar.
Hal tersebut dapat terasah
dalam forum-forum diskusi. Di sadari atau tidak diskusi pun akan dapat
melenturkan diri dalam menyikapi perbedaan tanpa kekerasan, demi menghasilkan
mufakat. Berbicara diskusi di dunia kampus khususnya di Poltekes Kemenkes
Jakarta III sudah langka di temukan bahkan mungkin tidak ada, padatnya jam
kuliah dan perubahan sifat mahasiswa yang lebih hedonis serta pergeseran
strategi organisasi kemahasiswa, yang bersifat pragmatis dengan hanya
mengadakan acara-acara dan mengesampingkan ruang-ruang diskusi. Tindakan demikian
sangatlah disayangkan mengingat begitu pentingnya dan bergunanya budaya diskusi
dalam pembentukan jatidiri mahasiswa dan sebagai landasan awal kampus sebagai
marwah pergerakan. Maka dengan itu mari kita budanyakan lagi budaya diskusi
jika tidak mau di anggap punah.
0 komentar:
Post a Comment