Hidup adalah pilihan mungkin kata itu sudah tidak asing lagi kita dengar, karena hidup kita bak menunda kematian dengan berbagai pilihan yang ada, keadaan ini mengintegralkan perasaaanku dengan ungkapan, oleh seorang Filusuf Yunani dengan mengatakan nasib paling beruntung adalah
tidak dilahirkan, orang beruntung kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang
tersial adalah dilahirkan dan mati tua,
Pilihan tidak haya
dihadapkan kepada individu saja akan tetapi suatu kelompok juga sangat kerap sekali dihadapkan dengan pilihan-pilihan untuk mengeksiskan organisasi tersebut agar tetap hidup.
Berbicara tentang pilihan yang dihadapkan kepada kelompok, kami akan singgung
tentang eksistensi kelompok kami yang biasa kami sebut dengan BEMP. Mungkin pertanyaan
pertama menyoal pilihan tentang kelompok kami adalah: BEM atau OSIS? BEM EO (event organiser) atau
BEM pergerakan,(bem yang sesungguhnya)?
pilihan ini semua adalah pilihan untuk mengeksiskan organisasi kami apakah akan menjadi BEM seperti OSIS, BEM EO, BEM pergerakan. atau BEM-BEM yang lainya? Lantas siapa yang menentukan eksistensi BEM
ini? Yah sudah jelas kalau pilihannya di tujukan kepada individu pasti yang
menentukan adalah individunya sendiri. Kalau kelomok siapa? Tentu anggota kelompoknya sendiri.
Mungkin ada yang bertaya apa
hubungannya pilihan dengan BEM, seperti telah saya bahas di atas untuk
mempertahankan eksistensi, mahluk hidup harus memilih dari berbagai pilihan-pilihan yang
akan membuatnya eksis untuk tetap hidup, sehingga orang akan mengenalnya setelah dia menentukan pilihanya. Sebagai contoh jokowi akan
di kenal sebagai gubernur Jakarta setetah dia menentukan pilihanya mengundurkan
diri jadi walikota Solo dan menjadi gubernur Jakarta. Sama halnya dengan BEM ini,
orang akan mengenal BEMP sebagai BEM yang di tentukan oleh kita sebagai penentu
pilihan eksistensinya dengan berbagai esensi-esensi yang kita terapkan, apakan
mau jadi BEM yang seperti OSIS yang semuanya tergantung kepada guru, tidak ada
hak menentukan hidupnya sendiri, dengan kata lain menjadi BEM EO ataukah
menjadi BEM pergerakan yang mengukir sejarah. Atau BEM-BEM lainya, silahkan
anda pilih sendiri?
Mungkin karena BEMP masih
belum lama berdiri jadi masih dalam tahap pencarian jati dirinya, untuk menemukan corak yang pas dengan karakteristrik kampus itu sendiri. dengan keadaan kampus seperti itu saya rasa ada dua pilihan yang mungkin cocok dan bijak dari berbagai
pilihan yaitu menjadi BEM EO dan BEM PERGERAKAN, BEM EO adalah BEM yang bekerja
haya mengadakan event organizer saja,
tanpa ada bahasan-bahasan kritis, dan haya memengan peranan sebagai kaki tangan
pihak birokrasi kampus sajah, mungkin tidak ada bedanya dengan osis di sekolah-sekolah
menengah maupun atas.
Pilihan yang ke-2 adalah BEM
Pergerakan, yang sesuai dengan peran dan fungsi mahasiswa maupun BEM itu
sendiri, BEM yang bekerja menganalisa dan peka terhadap kebutuhan mahasiswa,
yang biasa mengadakan kajian-kajian atau diskusi serta melakukan aksi problem solving didalam kampus ataupun
di luar kampus. BEM pergerakan juga bisa mengadakan event-event akan tetapi
event yang diselenggarakan oleh BEM pergerakan tidak haya event yang diadakan
tanpa mengandung nilai-nilai intektual dan moralitas, bukan even biasa sajah, yang menilai kesuksesanya di dapat dari sorak sorai dan riyuh tepuk tangan penonton ataupun peserta even sajah.
BEM Pergerakan berpungsi
juga sebagai pihak oposisi ilmiah kepada birokrat kampus maupun kepada
pemerintahan, sebagai pihak oposisi ilmiah, dan juga sebagai fungsi kontrol
terhadap kebijakan kampus yang tidak menyentuh kebutuhan mahasiswa. Disinilah BEM
berfungsi untuk membela hak–hak mahasiswa yang “diperkosa” oleh pihak birokrasi
kampus, sebagai contoh di kampus kita tidak terjadinya tranparansi pendanaan
dana untuk kegiatan mahasiswa yang di dapat dari pemerintah yang disebut dana
DIPA. Apakah kampus ini mendapatkan dana tersebut atau tidak. Kalau tidak
mendapatkan dana tersebut mari kita cari jalan keluarnya untuk mendapatkan dana
tersebut. Kami pun tidak mengetahui dapat atau tidaknya dana tersebut dari
pihak birokrat kampus karena lemahnya fungsi kontrol yang dari BEM sendiri. Kalau sajah dana ini turun mungkin
pungutan dana kepada mahasiswa sebesar Rp, 120.000,00/ tahun tidak akan ada
Entah di mana salahnya?
perlu ada kajian khusus untuk menyikapi hal tersebut, akan tetapi ketika kami menayakan tentang dana DIPA kepada salah satu politeknik kesehatan di jakarta,
mereka mendapatkan dana kemahasiswaan dari dana DIPA dan tidak ada pungutan lagi kemahasiswa
untuk kegiatan kemahasiswaan. Menurut salah satu pengurus BEM politeknik yang
saya temuai.
Untuk itu diperlukan
keberanian dan fungsi kontrol dari BEM itu sendiri, perlu ada kajian untuk
mengetahui mekanisme mendapatkan dana tersebut. Kalau ada kesalahan dari mari kita lakukan perbaikan, dengan melibatkan
pihak-pihak birokrat kampus.
Itu hayalah sebagian kecil
dari fungsi dari BEM Pergerakan, dan mengapa saya lebih condong kepada piihan
yang ke-2 dikarenakan BEM Pergerakan sangatlah di butuhkan oleh kampus ini guna membawa kampus kita ke arah yang lebih baik.
0 komentar:
Post a Comment