Monday, October 22, 2012

MAU DI BAWA KEMANA BEMP?



          Hidup adalah pilihan mungkin kata itu sudah tidak asing lagi kita dengar, karena hidup kita bak menunda kematian dengan berbagai pilihan yang ada, keadaan ini mengintegralkan perasaaanku dengan ungkapan, oleh seorang Filusuf Yunani dengan mengatakan  nasib paling beruntung adalah tidak dilahirkan, orang beruntung kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah dilahirkan dan mati tua,
Pilihan tidak haya dihadapkan kepada individu saja akan tetapi suatu kelompok juga sangat kerap sekali dihadapkan dengan pilihan-pilihan untuk mengeksiskan organisasi tersebut agar tetap hidup. Berbicara tentang pilihan yang dihadapkan kepada kelompok, kami akan singgung tentang eksistensi kelompok kami yang biasa kami sebut dengan BEMP. Mungkin pertanyaan pertama  menyoal pilihan tentang kelompok kami adalah: BEM atau OSIS? BEM EO (event organiser) atau BEM pergerakan,(bem yang sesungguhnya)?
 pilihan ini semua adalah pilihan untuk mengeksiskan organisasi kami apakah akan menjadi BEM seperti OSIS, BEM EO, BEM pergerakan. atau BEM-BEM yang lainya? Lantas siapa yang menentukan  eksistensi BEM ini? Yah sudah jelas kalau pilihannya di tujukan kepada individu pasti yang menentukan adalah individunya sendiri. Kalau kelomok siapa?  Tentu anggota kelompoknya sendiri.
Mungkin ada yang bertaya apa hubungannya pilihan dengan BEM, seperti telah saya bahas di atas untuk mempertahankan eksistensi, mahluk hidup harus memilih dari berbagai pilihan-pilihan yang akan membuatnya eksis untuk tetap hidup, sehingga orang akan mengenalnya setelah dia menentukan pilihanya. Sebagai contoh jokowi akan di kenal sebagai gubernur Jakarta setetah dia menentukan pilihanya mengundurkan diri jadi walikota Solo dan menjadi gubernur Jakarta. Sama halnya dengan BEM ini, orang akan mengenal BEMP sebagai BEM yang di tentukan oleh kita sebagai penentu pilihan eksistensinya dengan berbagai esensi-esensi yang kita terapkan, apakan mau jadi BEM yang seperti OSIS yang semuanya tergantung kepada guru, tidak ada hak menentukan hidupnya sendiri, dengan kata lain menjadi BEM EO ataukah menjadi BEM pergerakan yang mengukir sejarah. Atau BEM-BEM lainya, silahkan anda pilih sendiri?
Mungkin karena BEMP  masih belum lama berdiri jadi masih dalam tahap pencarian jati dirinya, untuk menemukan corak yang pas dengan karakteristrik kampus itu sendiri. dengan keadaan kampus seperti itu saya rasa ada dua pilihan yang mungkin cocok dan bijak dari berbagai pilihan yaitu menjadi BEM EO dan BEM PERGERAKAN, BEM EO adalah BEM yang bekerja haya mengadakan event organizer saja, tanpa ada bahasan-bahasan kritis, dan haya memengan peranan sebagai kaki tangan pihak birokrasi kampus sajah, mungkin tidak ada bedanya dengan osis di sekolah-sekolah menengah maupun atas.
Pilihan yang ke-2 adalah BEM Pergerakan, yang sesuai dengan peran dan fungsi mahasiswa maupun BEM itu sendiri, BEM yang bekerja menganalisa dan peka terhadap kebutuhan mahasiswa, yang biasa mengadakan kajian-kajian atau diskusi serta melakukan aksi problem solving didalam kampus ataupun di luar kampus. BEM pergerakan juga bisa mengadakan event-event akan tetapi event yang diselenggarakan oleh BEM pergerakan tidak haya event yang diadakan tanpa mengandung nilai-nilai intektual dan moralitas, bukan even biasa sajah, yang menilai kesuksesanya di dapat dari sorak sorai dan riyuh tepuk tangan penonton ataupun peserta even sajah. 
BEM Pergerakan berpungsi juga sebagai pihak oposisi ilmiah kepada birokrat kampus maupun kepada pemerintahan, sebagai pihak oposisi ilmiah, dan juga sebagai fungsi kontrol terhadap kebijakan kampus yang tidak menyentuh kebutuhan mahasiswa. Disinilah BEM berfungsi untuk membela hak–hak mahasiswa yang “diperkosa” oleh pihak birokrasi kampus, sebagai contoh di kampus kita tidak terjadinya tranparansi pendanaan dana untuk kegiatan mahasiswa yang di dapat dari pemerintah yang disebut dana DIPA. Apakah kampus ini mendapatkan dana tersebut atau tidak. Kalau tidak mendapatkan dana tersebut mari kita cari jalan keluarnya untuk mendapatkan dana tersebut. Kami pun tidak mengetahui dapat atau tidaknya dana tersebut dari pihak birokrat kampus karena lemahnya fungsi kontrol yang dari BEM  sendiri. Kalau sajah dana ini turun mungkin pungutan dana kepada mahasiswa sebesar Rp, 120.000,00/ tahun tidak akan ada
Entah di mana salahnya? perlu ada kajian khusus untuk menyikapi hal tersebut, akan tetapi ketika kami menayakan tentang dana DIPA kepada salah satu politeknik kesehatan di jakarta, mereka mendapatkan dana kemahasiswaan dari dana DIPA dan tidak ada pungutan lagi kemahasiswa untuk kegiatan kemahasiswaan. Menurut salah satu pengurus BEM politeknik yang saya temuai.
Untuk itu diperlukan keberanian dan fungsi kontrol dari BEM itu sendiri, perlu ada kajian untuk mengetahui mekanisme mendapatkan dana tersebut. Kalau ada kesalahan dari  mari kita lakukan perbaikan, dengan melibatkan pihak-pihak birokrat kampus.
Itu hayalah sebagian kecil dari fungsi dari BEM Pergerakan, dan mengapa saya lebih condong kepada piihan yang ke-2 dikarenakan BEM Pergerakan sangatlah di butuhkan oleh kampus ini guna membawa kampus kita ke arah yang lebih baik.

0 komentar:

Post a Comment